Senin, 15 Agustus 2011

Lombok Post, Edisi Senin, 15 Agustus 2011. Ada senyuman di bibir Suminem ketika Abdul Hanan, salah seorang Relawan dari Dompet Amal Sejahtera Ibnu Abbas ( DASI) NTB mengabarkan ada lembaga yang mau membantu biaya operasi putrinya yang menderita Hydrochepalus, Suminempun bercanda dengan putrinya itu, Erniati, 6 tahun. Dia mengatakan ada orang yang mau mengajak jalan-jalan untuk mngobatinya. Nanti setelah berobat, ada harapan Erniati bisa duduk.

“ANI, ambilkan baju saya, saya mau mandi,” kata Eriati dalam bahasa setempat. Bocah yang dipanggil Ani kemudian keluar membawa baju. Ani adalah adiknya Erniati. Selain Ibunya, Ani saudarinya yang masih berusia 4 tahun itu menjadi tumpuan Erniati untuk memenuhi segala kebutuhannya.
Erniati, penderita Hydrochepalus itu tampak senang ketika dikabarkan oleh ibunya untuk jalan-jalan itu. Ibunya menyebut Mal (Mataram Mall, red) tempat yang akan dikunjungi nanti setelah Erni sembuh. Erniatipun langsung meminta mandi sama ibunya dan dipasangkan baju. Dia senang mendengar berita itu.
Hydrochepalus itulah yang membuat bocah berusia 6 tahun ini tidak bisa bergerak. Diduga lantaran kepalanya yang  terlalu berat itulah yang membuatnya tidak seimbang. Sekedar duduk saja susah. Praktis selama 6 tahun, Erniati hanya bisa berbaring, beruntung dia bisa berbicara dengan normal. Dibeberapa penderita hydrochepalus banyak yang tidak bisa berbicara dengan jelas.
Hanan, relawan DAS NTB mengatakan, salah satu jaringannya bersedia untuk menanggung biaya pengobatannya nanti, namun lembaga itu hanya menyiapkan dana untuk operasi dan akomodasi selama dirumah sakit, selebihnya menjadi tanggungan keluarga. “yang cukup mahal biaya transportasinya,” kata Hanan,  dari pihak DASI NTB berharap pemerintah KLU bisa membantu menyediakan dana. Dengan bantuan dana itu tentunya Erniati bisa di obati dirumah sakit rujukan. Pengalaman selama ini DASI sering membawa pasien seperti ke RSCM Jakarta. “jaringan kami disana. Seandainya di Mataram bisa melakukan operasi tentu lebih muradah dan murah,”katanya.
Mengharapkan orang tua Erniati untuk membiayai transportasinya adalah mustahil. Untuk sekedar pergi mengurus berbagai keperluan untuk rujukan ke Puskesmas Kayangan saja ibunya yang sehari-hari bekerja sebagai buruh serabutan tidak akan mampu. Keluarga ini terlalu miskin. “untuk makan sehari-hari saja warga yang membantu,” kata Rusman, Kadus Tenggorong.
Suaminya, Ajir sudah dua tahun lebih merantau ke Malaisya, tidak ada kabar hasil rantauannya itu. Kiriman yang seringa macet tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Beruntung masyarakat Tenggorong yang masih erat rasa  solidaritas dan persatuannya itu membantu kebutuhan sehari-harinya.’ “semua kami disini seperti saudara,”katanya.
Seandainya pengobatan itu di Mataram, masyarakat didusun itu mampu membiayai transportasi dan akomodasi selama pengobatan. Sayangnya operasinya dikabarkan di Jakarta. “ Masyarakat disini juga miskin Pak, kalau terlalu besar biayanya kami tentunya tidak enak membebani masyarakat,”kata Rusman. (fathul Rahman)

0 komentar :

Posting Komentar